Minggu, 08 Juni 2008

kayanya aku dah bisa bikin rumus!

Rumusku:
Barangsiapa berteman dengan Agip tidak akan akrab!...........(rumus 1)
Agip tidak akan berperan signifikan dalam kehidupan seorang "teman".......(rumus 2)
Agip bukan prioritas untuk dijadikan sahabat........(rumus 3)
Memutuskan berteman dengan agip = Berani menerima resiko + rawan konflik.....(rumus 4)

Aku capek didiemin terus

Hahahahaha
baru selesai posting bawah, udah mulai jadi bintang sinetron lagi...
Makanya aku ga mau sok pake hikmah segala!!!

He SAID: "Haiii... agip... Makin Lebay aja neeee..."


Hahahahaha...sebuah lelucon yang dalam tapi tidak membuatku tertawa. Satir, dalam proses pendewasaan diri, menjadi pribadi yang dikenal, ramah lingkungan sosial, berjalan pula proses kebencianku pada diriku sendiri. Aku bagaikan hewan yang serba mengkonter segala hal baru yang terserak didepanku. Serba takut, serba sensitif. Segala makhluk yang tidak sesuai dengan inginku, kuanggap masalah. Norak, bukan?

Jadinya? Aku menganggap diriku seperti bintang sinetron, dan menganggap dunia ini hanya sesempit tempat shooting. Konflik yang dibuat-buat, hiperklimaks, semua dikendalikan perasaan. Dunia yang maha luas dengan keragaman dan keunikan masalah dan kenampakan sosialnya aku sulap menjadi setting shootingku. Peminian dunia ini termasuk penggeneralisasian kenampakan sosial tadi. Aku jadi tokoh utama di sana.

Aku capek jadi bintang sinetron kehidupan.Aku ingin seperti orang lain (bukannya aku mau menggeneralisasikan orang: katakanlah kebanyakan orang)yang tidak senantiasa mempermasalahkan hal yang bukan sebuah masalah.

Skenario kehidupan telah dibuat dengan apik oleh Tuhan. Aku cuma ingin menjalaninya dengan baik. Menjadi Agip yang mengalir, tetapi masih punya kemudi. Menjadi bintang film dalam skenario Tuhan. Bukan menjadi bintang sinetron dalam skenario hiperbolis yang dikarang sendiri... Sinting ngga sih? Jadi scriptwriter, sutradara, sekaligus jadi tokoh utama. EGOIS banget ternyata aku ini.

Aku tidak mau sok wise pada tulisanku kali ini. Pake hikmah-hikmah segala, kaya udah menjalani skenario dengan baik aja! Aku akan menjalani hidupku sebagai bintang film sekarang!!!! Ga perlu jadi orang lain untuk akting dengan Tuhan sebagai sutradara sekaligus scriptwriternya. Aku yakin, skenario Tuhan terlalu agung untuk sekadar mendapatkan Academy Awards atau Golden Globe.

agip, jangan kecewakan sutradara dan penontonmu, ya!

Rabu, 14 Mei 2008

Salah Satu Tipe Manusia Yang (Harus) Aku Pahami


Bermula disatukan dalan satu forum rembug(ben ora ngetarani), dalam kondisi malas berat, aku (awalnya terpaksa) masuk dalam kelompok ini. Berat, karena aku tidak sepakat dalam berbagai hal(alasan tidak kutilis disini). Namun, satu alasan mengapa aku mau terus berjalan adalah keinginanku dalam mencari pengalaman hidup. Mengutip salah satu teman dalam forum tersebut "Pasti ada celah masalah yang bisa kita ungkap". Ya, aku setuju. Dalam artian aku mengakui kelemahan dan ketidakotentikanku sebagai manusia. Segalanya menjadi mungkin. Kali ini motivasinya aku terima. Segala alasan logis ku sorokkan kembali dalam otakku. Cukup logis untuk sekadar lebih ramah pada kemalasan untuk berusaha. Hargai keputusan, tundukkan ego, dan terus berjalan selama itu memungkinkan.

Forum dimulai, kami berembug, tidak ada yang spesial, selain debat beberapa senior. Aku cupup duduk manis, terdiam, dan mendengarkan. Tapi otakku tidak istirahat. Aku merasa berada pada dua posisi berlawanan, yang saling menguatkan. Layaknya para seniorku yang terbagi menjadi dua kutub utama. Posisiku dilematis, aku bisa maklum pada pendapat salah satu kubu, laiknya aku berada pada posisi pemikirannya. Namun seiring dengan jalannya debat ini, sepertinya aku tidak konsisten, kalau aku boleh bilang begitu, aku berada posisi kedua belah kubu. Saat itu, rasanya aku tahu apa yang masing-masing mereka pikirkan. Kemakluman dalam diam mungkin adalah cara terbijak menyikapinya. Aku-yang sifatnya tidak mau mengambil resiko ini-condong pada kubu yang menganggap "tidak ada masalah". Namun bagian lain dari diriku menginginkan aku terus tinggal, dan hanya bermodalkan alasan "pasti ada masalah, tidak ada yang tidak mungkin", aku mengalahkan belasan alasan logis "tidak ada masalah".

Masuk ke topik, ada satu orang yang selama ini kukenal kritis, bergelora dalam setiap ucapannya, malah memilih diam. Diamnya berbeda dengan diamku. Kenapa aku sampai sok tahu? Ketika para pendiam termasuk aku berbicara di penghujung diam,minimal menimpali, mengemukakan pendapatnya, demi sebuah langkah lanjut yang "lebih baik", orang itu malah mengakhiri kebisuanya lewat lontaran pendek: "Sudah selesai? Dari tadi tidak ada hasilnya..."

Maknanya menohok menurutku, disaat semua sedang serius berproses menuju penemuan titik cerah "mau dimana ****** kita?", Orang itu hanya menunggu sekian lama untuk sebuah keputusan, tanpa menjebloskan dirinya dalam PROSES forum. Keputusan tanpa melibatkan dirinya. Aku tak tahu ada apa di balik sikap janggalnya. Matanya layu tak bersemangat. Menurutku, sepenggal katanya di akhir forum itu tidak level terhadap citra intelegensi yang selama ini tersebar di organisasi.

Masih terngiang di benakku keinginan besarnya untuk mengubah budaya organisasi untuk lebih serius, menempatkan kelakaran pada tempat dan porsinya. Penghargaan pada pihak berkepentingan, dan seabrek luahan kekritisan menyikapi kami selama ini.

Satu tanda tanya besar masih ada hingga kini..Mengapa dia berbuat begitu? Seperti bukan dirinya. Memang, menurutku manusia ga harus terus konsisten. Ia harus pandai menyesuaikan dengan keadaan,bukan berarti ia mencundangi idealisme dirinya, namun ada kalanya seseorang menjadi pribadi yanng lain, pribadi yang mungkin terlihat tolol, serius, rapuh, riang, atau apapun itu yang berbeda dari sifat seseorang yang biasanya tampak. Menjadi salah satu dirinya yang lain. Mungkin akau dsudah menjawab pertanyaanku di awal paragraf ini.

Satu hal yang aku pelajari hari itu(diluar substansi forum,janganlah jadi orang yang gumunan,, tiap orang punya sisi lain yang kita tidak tahu, jangan pernah memformulasikan suatu cara seakan kita tahu langkah apa yang cocok untuk memberlakukan seseorang. Hanya butuh toleransi dan ketundukkan hati. Budayakanlah bertanya. Kita tidak bisa terus nyaman dalam praduga kecuali menanyakan langsung. Bersikaplah wajar pada orang. Bukan menggeneralisasikan, tapi walau sifat orang berbeda, ada kalanya menginginkan treatmen yang sama dengan yang orang lain terima. Kaum Afro-Amerika pun meminta hak yang sama dengan kaum Kaukasian-Amerika untuk sebuah hak asazi. Walaupun hakikatnya mereka berbeda, baik dalam level pribadi, golongan, asosiasi, bahkan ras. Secara ilmiahpun, tingkat intelegensi rata-rata ras-ras di dunia ini berbeda(Aku baca di salah satu artikel Ninok Leksono pada harian Kompas. Namun demi alasan hak azasi, sang ilmuan meminta maaf dan menarik riset ILMIAHNYA. Sebuah pencundangan ilmiah yang bisa kita tolerir bersama.

Sabtu, 10 Mei 2008

Setan

Suatu saat,aku merasa sangat jenuh. Banyak orang yang merasa jenuh ketika telah berada pada titik capaian kerja tertentu. Sedangkan aku? Bergerakpun tidak. Katob tidur sembilan jam, dan dengan enaknya berkata dalam hati: "Aku jenuh!". Bagi aku-si pemalas itu-sungguh tak adil merasa jenuh disaat orang lain merasakan hal sama, tetapi dengan gapaian karya tertentu. Ah, bagaimanapun aku tidak bisa berbohong. Memang rasa itu yang muncul. Seperti biasa, aku mengajak diriku bermonolog. Hanya aku sendiri yang memuaskan tiap pertanyaan dan keganjalan dalam diri. Orang egois hanya bisa dipuaskan lewat prakarsa diri. Dan itu aku. Aku yang optimis bercakap dengan aku yang malas. Saling serang, masing-masing tidak mau kalah. Sudah tabiat sih. Dan seperti biasanya, si malas menang. Wacana si optimis untuk produktif kembali kupendam. Hidup terus berjalan, dan seperti orang primitif, aku menjalani kehidupan harian yang monoton. Mengalir dan selalu menunggu berkah esok hari.
"Obat malas adalah melakukan!" Ujaran seorang kakak tingkat sering melintas di kepala. Aku mencoba, dan SELALU manjur. Masalahnya, untuk selalu melakukan yang sulit. Sebuah bacaan religius (aku tidak menyebut agama lho)menganggap setan telah berkuasa atasku! Waduh, lagi-lagi setan dikambinghitamkan. Berdalil manusia yang hakikatnya suci, manusia senang lepas tangan dengan dosa yang ia perbuat sendiri. "Adampun berdosa karena setan!" Tapi, mengapa kita yang kena getahnya? "Manusia tempatnya salah dan dosa" tukas Dewi Persik. Sebagian orang menganggap setan yang andil menciptakan dosa, sebagian lagi menganggap dosa manusia adalah takdir yang selalu melekat. Sebenarnya dosa itu apa sih? 'Reward' dari Tuhan bagi makhluknya yang ingkar? Atau karya setan yang selayaknya dienyahkan?
Kembali ke masalahku. Malasku kerja setankah? Oh, perlukah aku dirukyah? Diruwat? Disucikan? Karena aku belum pada tahap berhasil menjawab pertanyaanku lewat tindakan, jadi apa hakku? Diplomatis aja lebih aman! Oke, malas salah satu kunci dosa, kalo malasku karena setan, ya beribadah giat dong, Ji! Caranya gimana? Realistis dong bodoh! Kamu tuh dah ditakdirkan malas! Ah siapa bilang? Bukan takdir! Emang mikir solusi ideal tuh gampang! Eksekusinya sulit! Mulailah berpraktek, lupakan keluhan, dan hanya lakukan Jangan beralasan!
Oh,kali ini si malas menang lagi, tapi kayanya masuk akal. Just do it and forgetting all the reasom we have made! Kemenangan kali ini, aku bisa menerima.

Minggu, 04 Mei 2008

Huuuuuuufffffff!!!!!!!!!

Aku tidak pernah merasa CERDAS pun pada dalam menapis pandangan orang kepadaku. Aku hanya mencoba mengungkapakan yang aku rasakan BERKALI-KALI dan terus kecenderungannya seperti itu, sampai AKU BERANI menulisnya disini. Kalo cuma sekali ngapain ditulis disini? Kejadian sekali dua kali yang kuindikasikan pembedaan terhadapku mungkin aku yang salah tangkap. Tapi BERKALI-KALI DAN KECENDERUNGANNYA SAMA??Memangnya curhat MURAHAN?? Ini tentang pembedaan sikap pada orang oleh sebagian orang!! Dan aku nggak suka!!! Cuma itu!

Mayoritas penghuni blogku memang berkisar pada curhat. Karena blog menurutku adalah salah satu media mencurahkan perasaan. Ga sekadar curahan otak. Dan perasaan ini dah kupendam bertahun-tahun, dan sekali lagi: KECENDERUNGANNYA SAMA

Maaf, terimakasih telah memberi KRITIK, aku lebih suka orang seperti itu
(lagi-lagi pakai kata aku, egois dan subjektif banget aku ya????)

Nglestantunaken lan Ngrembakakaken Basa Jawi: Namung Ngawang?


Basa Jawi, kepara basa ingkang pol kathah dipunginakaken ing wantara suku sajroning nuswantara. Mboten kirang kinten-kinten 40% saking sedaya cacah pendhudhuk Indhonesia miyos mawi basa ibu basa Jawi. Ananging, sakmenika dasawarsa samriki, sansaya sekedhik panggina basa Jawi. Kawula piyambak ingkang dados seksi paewahan kahanan menika. Nalika kawula taksih alit, wonten dhusun kawula,mboten ewet menawi nemoni tiyang alit ingkang gancar matur mawi basa Jawi. Menika amargi basa Jawi dipunwarah dening tiyang sepuh minangka basa sepindhah. Lir tambah yuswa, utaminipun nalika badhe mlebet pawiyatan, dipunwiwiti proses ngangsu kawruh basa Indhonesia. Mboten mangertos sabab menapa, kathah-kathahipun para si nom menika langkung gancar ngginakaken basa Indonesia tinimbang basa Jawi. Miturut panemu kawula, sedaya menika amargi kaasringan (intensitas)wekdal celathon ingkang dipuntelasaken wonten pawiyatan. Sabab sanes, kathah ukara saha tembung basa Jawi ingkang dipunpendhet dados basa Indhonesia, ugi sawalikanipun. Basa Jawi saestu kalebet satunggal rempon basa Austronesia, sami kaliyan basa Jawi. Boten mokal, menawi kathah tetembungan ingkang mirip utawi sami plek. Sabab kaping tiga, basa Jawa langkung kompleks: ewet tinimbang basa Indhonesia. Kawula sampun nate maca buku, ingkang ngudhal menawi wonten sanga terap (tingkatan)basa Jawi. Namung sakmenika kantun tiga terap kemawon. Krama Inggil, Krama Alus, Krama Ngoko, Ngoko Alus, Ngoko. Sampun mboten saged dibedakaken malih kaliyan basa madya.

Sakmenika, basa Indhonesia sanes mungsuh tunggal ingkang anggeser basa Jawi. Para tiyang sepuh ugi kathah ingkang mulang basa Inggris. Kula mboten saged mangsuli, menapa basa Jawi ingkang musna menika sampun proses alami satunggaling basa? Diginakaken, moncer, lan sansaya ilang ing jagad pasaingan negari. Sinten ingkang rikat telaten lan gadhah pengaruh, piyambakipun ingkang angsal.

Pangupaya pemerintah dhaerah mulangaken basa Jawi ngantos SMA, patut dipun sengkuyung kita sedaya. Budhaya Jawi saestu tasi dirembakaken. Wayang, Kethoprak, Sintren, Tayub, lan sakpiturutipun taksih dipun remeni ngantos sakmenika, namung menawi basa? Kadose kita sedaya mboten saged ngrembakaken mawi kanjlimetan ingkang sami kaliyan basa Jawi saabad kepengker, kala ukara basa Jawi taksih teras tambah lan sansaya tambah, sairing dening perkembangan tetiyang Jawi rikala sakmenika.Racake, kita kedah maringaken basa Jawi minangka basa Ingkang teras ngrembaka (berkembang)boten kendhat. Ampun membakukan basa JAWI. Ukara basa Jawi kedah teras ngrembaka.

Kawula sampun nate ngguyu kemekelen nalika wonten guru basa Jawi ingkang nyalahaken siswa ingkang nulis dening ukara Jawa kontemporer ingkang trend. Menapa kedah dienggah? Dipun tilar kemawon,Baku mbotene ukara kula timbang boten penting. Menapa sedaya ukara mula bukane ugi baku? Baku mbotrene ukara namung ditemtukaken dening pamerintah. Miturut panemu kula, tindhakan menika malah sansaya damel basa Jawi mengkeret lan saya mengkeret, dene tiyang Jawi piyambak inggih saya kesupen ukara-ukara lan pangginaan basa Jawi.

Mangga dipun pirsani, ing saindenging lingkungan kita piyambak, menapa taksih wonten tiyang si nom ingkang gancar ngginakaken basa Jawa krama? Lha sagedipun basa Jawi ngoko, niku inggih sampun kecawur-cawur dening basa Indhonesia.

Tata cara kados pundi malih supados basa Jawi mboten ical????
Kula piyambak nulis opini mawi Basa Jawi krama ingkang pas-pasan,kawula ugi ngraos, setunggal separo warsa kawula gesang ing Solo, salah satunggaling pusat budhaya Jawi, malah sansaya kesupen basa Jawi, marga rencang kawula (ingkang tiyang Solo piyambak) malah ngagem basa Jawi Ngoko ingkang sampun dipunmodhifikasi amrih basa Indhonesia.

Kula tresna basa Jawi, ananging kawula boten saged menggah kaicalan basa Jawi saking donya niki. Sumangga, kita: Kawula lan panjenengan ingkang ngaku tiyang JAWI, wiwit ngginakaken basa Jawi lan anyugihi ukara lan angleresi grammar basa Jawi. Caranipun?
Kula kinten kathah buku ingkang ngamot tata basa Jawi. Ugi kita kedah ngasringaken pangginaan basa jAWI. Kula lan panjenengan panci dereng leres utawi malah dereng saged ngabasa Jawi. Tekad lan pangupaya ingkang mboten mandheg lan kendhat kanthi mligi ingkang trep lan leres, saged sakirangipun ngalonaken kamusnan basa Jawi saking donya niki.

Amin
(Catatabn kaki: Aku merasa begitu sedih(kali ini aku sedang tidak lebay), karena keterbatasanku dalam berbahasa Jawa, banyak buah pikiran yang seharusnya aku ungkapkan, kusimpan lagi dalam bentuk konsep. Aku sedih tidak bisa selancar dulu menggunakan bahasa Jawa, justru satu setengah tahun semenjak aku hijrah ke Kota Solo: IRONIS dan SANGAT memalukan!!!!!!!!)

Semoga suatu saat aku bisa membeli kamus bahasa Jawa terlengkap yang pernah ada (yang ironisnya karangan seorang ahli Belanda Prof. Zoetmulder)satu tiga perempat kali lebih tebal dari KBBI (hampir separuh isi KBBI termasuk kata serapan). Buku setebal kamus Zoetmolder masih murni bahasa Jawa:(Kawi, Kontemporer dan juga Sanskerta)
Rp.265.000,00

Doakan akau dapat ya!!!

Selasa, 29 April 2008

Malas Juga

Malas juga ya, ngomong topik yang sama terus...
Ada perkembangan emosional yang berarti...
Tapi bikin otak ga berkembang....
Ah, males mau nulis apaan lagi...

Kamis, 24 April 2008

Hahahahaha


Aku tak tahu harus memberi judul apa pada postingku kali ini. Walaupun penyakit malasku tetap akut,terbukti dengan belum bersiapnya aku mengerjakan dua tugas mata kuliah untuk besok Senin,aku merasa gembira hari ini! tidur adalah jawaban tetap di akhir ujung kemalasanku.

Adakah hubungan antara sentilan membangun dari seorang teman dengan kegembiraanku hari ini? Menurutku iya!Aku tidak mau bermunafik ria, yang berkoar: "Aku tidak mendramatisasi diri!". Kalo aku memang iya? Jujur aja! Ya dramatisasi yang kadang membumbui tafsirku. Yang namanya bumbu, sedikit, tetapi membawa cita rasa khas bagi masakan. Itulah Agip, masakan yang terbumbui kelebayan.Sedikit, namun sudah mampu mencitrakan diriku dari sudut pandang mereka (banyak yang salah tafsir atau kegeeran mengartikan kata "mereka":padahal maksudku, mereka adalah segolongan orang bertipe sama, jumlahnya banyak, dan kusatukan dengan kata "mereka" karena kesamaan mereka dalam memandangku ), berbeda-beda penyampaian, tetapisatu picingan mata.

Sebaliknya, ketika tingkahku yang dianggap aneh sedangkan bagiku bukan sebuah masalah untuk dipolahkan, aku akan berkoar: "Tolong, bedakan dramatisasi diriku dengan cara aku memandang realitas dan menciptakan suatu realitas!!!!"

Ah apapun lah, kesenanganku hari ini, karena aku mulai berani memulai sebuah pembicaraan, tanpa disangka, respon mereka sangat bagus, maksudnya mereka tidak hanya sekadar sabar mendengarkan omonganku dan berusaha sesegera mungkin berkata "Ndhisik ya, Ji!", tetapi menanggapi dengan enjoy. Enjoy! Yah, hal yang ku cari dalam sebuah pertemanan. Pertemanan yang tidak sekadar kenal. Tapi menganggap berteman denganku adalah sebuah kebutuhan perasaan.

Ah, ternyata teman memang harus saling kritik! Panas memang bagi kupingku yang jarang dikritik secara terbuka.Yang terlalu terbiasa mendengar dari pihak ke tiga. Selebihnya? Sinyalemen yang kuat dari "bahasa" non verbal saja. Sedih, saat orang lain tahu, sedangkan kita tidak tahu. Toh, yang mengakomodasi suatu kritik menjadi sebuah input perubahan kan akau sendiri? Mau dikritik yang tidak masuk akal pun, harus aku hargai, karena aku tidak dapat memaksa orang lain untuk berempati. Berani mengkritik bagiku sekarang adalah wujud penghormatan orang lain kepadaku. Bahwa ada orang yang peduli denganku,Bahwa kepedulian itu sendiri tidak selalu diungkapkan dengan kata manis, layaknya kisah cinta ABG di sinetron. Gombal mukiyo!. Kritikan ampuh temanku yang sedang kkubicarakan ini contohnya, adalah kritikan yang menurutku tidak memahami kebiasaanku. Tapi aku sadar, aku telah tampil "lebay" dan "ngaktor"
(bukan aktor lho!)di hadapan beberapa teman. Walau itu bukan tujuan yang kita kehendaki, tetapi fakta lapangan mengatakan demikian. Sadar, bahwa itu juga yang mempengaruhi orang dalam berprasangka. Aku tak bisa mendiamkannya. Hanya perombakan sedikit keakuanku dan aku mau.

Aku masih butuh banyak belajar
belajar tentang dunia...

Hahahahahahahaha

Sabtu, 19 April 2008

Saat Ini

Aku cuma ingin tidur! Dingin banget! Hmm hari di ujung liburan.
Menunggu keberangkatan dengan merem.

Selasa, 15 April 2008

Untuk Sahabat

Terimakasih,
telah buatku tertarik dan menyadari bahwa selama ini aku berkubang pada dramatisasi diri, bahwa selama ini mulutku berbusa menyebali orang lain, sedang jambanku sendiri kututup rapat. Namun jangan samakan dramatisasiku dengan responku pada dunia. Isi kepalaku masih sanggup membedakannya, dan kuharap kau juga bisa. Kau akan pahami saat kau berada pada posisi marjinal sepertiku. Jangan standarisasikan pikiran orang dalam melihatku!

Jumat, 04 April 2008

Kecenderungannya Kok Mereka?

Bukannya aku SARA, tapi aku mau mengatakan apa yang aku alami.

Mengapa ya proporsi terbesar dari suatu komunitas (bukan komunitas berbadan hukum/resmi) yang meremehkanku (lebih tepatnya lewat kata-kata bergaya inosen) kebanyakan orang dari komunitas SARA "Z"?, parahnya tanpa kuminta sering mengasosiasikan keanehanku dengan agama yang aku anut. Kentara sekali lewat pertanyaan yang mereka ajukan. Nggak ada topik lain yang pantas dibicarakan apa?(Atau aku salah asosiasi? Semoga)(Maaf teman-temanku yang berbeda agama, semoga bukan kalian yang aku maksud)

Takkan kutulis detilnya di sini. Aku adalah penganut Islam yang tidak taat (dibandingkan mereka yang tidak sholat) tapi aku yakin kebenaran esensi agama yang aku anut. Semuanya memang berawal dari tanda tanya atas ritual harian yang aku kerjakan. Buat apa? Jawaban demi jawaban logis aku dapatkan setelah aku bertanya, membaca, dan menggunakan sedikit kemampuan otakku dalam memahaminya. Ternyata agamaku tuh indah! BENAR menurutku.

Aku sempat tertawa ketika ku baca sebuah pendapat dalam bahsa Inggris di internet "Islam adalah agama yang ekslusif, yang menganggap dirinya tindakannya dan agamanya paling benar, dan mengenganggap agama lain itu kafir atau salah"

Apa yang aneh? Kalau kita yakin 100%tentang sesuatu, ya itulah yang paling benar. Sebagai konsekuensinya, "yang tidak benar" itu dianggap salah. Walau tidak sepenuhnya salah, namun ketidakmurnian itu yang apabila diintegrasikan pemahamannya dengan yang benar, maka hasil akhirnya adalah rancu atau secara global dapat disimpulkan salah. Pemahaman yang kurang tepat (apa lagi ini ya)berarti salah. Dalam hal ini adalah agama selain Islam yang "tidak sepenuhnya ajarannya itu salah-dari sudut pandang Islam" Islam punya istilah sendiri yang mengistilahkan orang bukan Islam(), yaitu kafir. Apa yang salah dengan istilah ini? Aku rasa ini hanya sentimen kosa kata saja. Coba kafir diganti dengan kata non-Islam (seperti yang biasa dilafazkan umat Islam di Indonesia)mereka bisa menerima, kan?

Logika ini dapat pula(maksudnya penggunaannya, bukan pemaknaan secara perseorangan) dibalik dengan subjek mereka dan memposisikan Islam dan agama selainnya kafir. Bukan dengan kata-kata yang menentramkan hati, tetapi jauh dari logika seperti "tidak ada manusia kafir, yang ada manusia yang belum menemukan jalan lurus" atau "tidak ada manusia bodoh, yang ada manusia malas", sebagian dari kata-kata seperi itu bahkan mengatasnamakan motivasi.

Menurutku naif banget kata-kata seperti itu. Membohongi namun mencari jalan tengah, jalan yang serba seimbang, diplomatis-puitis, melenakan sekaligus menyenangkan bila didengar, tapi membuang jauh logika kebenaran.

Eh,malah ngelantur. SUMPAH aku tidak mau berkata SARA di sini.
cuma satu kalimat tadi di awal....

Rabu, 02 April 2008

Kataku





Kadang sendiri itu bikin kita lebih bertanggungjawab. Sendiri tidak selalu berkonotasi terlena dalam ketiadaan aksi.Karena kita tahu yang kita mau.Kita adalah cara berpikir kita. Kesendirian kita adalah keunikan kita dalam menanggapi kesepian.Itu mengamini bahwa kesenirian itu tidak hampa.Kesendirian memantik kesadaran akan keadaan sekitar.


Kadang pula, Kita bisa bila kita menurut pada jalan pikiran kita sendiri. Jalan pikiran yang tidak mungkin membohongi kita.Jalan pikiran yang tidak teracuni oleh tekanan orang lain maupun, penanaman pikiran oleh orang lain.Yakin bahwa kita sendiri bisa, lebih baik daripada mengangguk penuh yakin setelah mendengar "pemaksaan halus yang menyuruh" oleh orang lain. Tidak ada yang lebih kasihan daripada orang yang lebih mempercayai orang lain daripada diri sendiri. Pertanyaan membuncah hanya sebatas sebagai pengisi kekosongan akan ketidaktahuan pada sesuatu. Dan itu atas prakarsa sendiri.

Aku dalam posisi itu sekarang. Menjadi penurut telah cukup jadi racun manis yang membunuh prakarsa secara perlahan. Bahwa aku lebih percaya pada orang lain daripada aku sendiri. Bahkan pada hal yang aku sudah membuktikannya sekalipun. Parah, setelah aku dimanfaatkan orang lain, dengan menjejali otakku dengan panduan mereka, memposisikan aku pada derajat boneka tak berotak yang bisa dengan mudah mereka kendalikan.

Beruntunglah sel neuronku masih tersisa. Kesadaran muncul, kemandegan pemroduksian ikatan antar sel otak kembali berjalan, dan dengan lantang kini aku suarakan: AKU BUKAN BONEKA KALIAN LAGI! Caraku yang aneh dan kalian anggap bodoh ini adalah jalan terbaik bagiku. Inilah caraku mentuanrumahkan jiwaku sendiri. Agip seorang yang aneh! Sok cerdas! Biarkan kalian bergunjing hingga mulut kalian berbuih. Aku tetap mau seperti ini! Biarlah aku memberanikan diriku mendengar perkataanku sendiri.

Bukan berarti aku akan merendahkan dunia ini, menundukkan dunia engan kuasaku. Tidak, aku bukan makhluk secerdas, sekuat dan setamak itu...

Aku hanya berusaha mensinkronkan jiwa dengan ragaku, yang kalau sebagian dari kalian sadari, telah kalian manfaatkan.

Terimakasih bagi kalian yang dengan dalih tulus menasehatiku. Namun layaknya sebuah nasehat, semuanya tergantung padaku hendak mengindahkannya atau tidak, bukan? Kalian bukan diriku yang dengan tepat bisa memetakan masalahku, kalian bukan ibu-bapakku yang menasehati atas dasar cinta kasih tulus, yang esensinya mampu membuatku hidup sampai sekarang.

Namun kalian adalah temanku, teman yang semoga benar-benar teman sebagaimana definisinya. Kuterima dengan lapang semua nasehat dan saranmu.

Biarkan aku pergunakan sisa neuron dalam otakku untuk membuat ikatan. Aku tak mau pikun dan tergantung dengan buah pikiran orang lain terus, tolong..tolong mengertilah. Bahwa apa yang kalian anggap dan buktikan baik BUKAN berarti baik dan tepat diterapkan padaku. Jangan memandang diriku sebagai anak kecil yang harus diberi tahu bagaimana cara makan yang benar.

Satu saranku, Bagaimana kalau kalian nggak usah dengerin nasehat orang tua kalian setelah baca tulisan ini? Ngapain juga? Toh kalian sudah cukup cerdas untuk menasehatiku? Untuk mengarahkan aku gimana seharusnya bersikap, bertindak, menanggapi dunia sedetil-detilnya tanpa kuminta? Jadilah penasehat spiritual layaknya Gatot Brajamusti yang mencocok hidung Reza Artamevia. Kalian punya otak semua kan? Iya, otak yang sering kalian gunkan untuk mendikte aku itu lho...? Aduh... makhluk cerdas penasehat handal kok mau-maunya dinasehati... BAGAIMANA? Setuju?
Aku hanya sekadar saran lho.....
Tidak mewajibkan...

Senin, 31 Maret 2008

Bergaya




Menyempatkan waktu untuk kabur dari sekre dan mejeng di jembatan Jurug. Orang-orang yang lewat pikir kita lebay, tapi kita enjoy aja. Dan inilah seksi sekretariatan dalam gelapnya Jurug!

Dan tugas itu berakhir!


Menjemukan juga dua hari berkutat pada tugas. Selama itu pula aku tidak tidur (lebay, padahal tidur dua jam... Semuanya berjalan begitu lambat. Bukan karena tugas yang diberikan membutuhkan waktu pengerjaan yang lama, Akulah yang membuat semuanya lemot,ya, karena aku sendiri orangnya lemot. Bahkan disaat ada beberapa orang baik yang mau meminjamkan laptopnya kepadaku. Lho? Kok bisa?

Bisa dong..Sifatku yang selalu ingin tahu hal yang baru, membuat masa kebaikhatian mereka aku pergunakan untuk menyambagi habis isi laptop mereka. Ya! Menjelajahi laman demi laman demi memuaskan hasrat ngathilku

Sembilan jam alokasi waktu mengerjakan tugas, hanya kumanfaatkan sepanjang 2 jam untuk mengetik. Dan... dua hari pengerjaan tidak terlalu berlebihan buatku.

Ada kisah menarik pada hari kedua pengerjaan. Apabila pada setiap kemoloran mengerjakan tugas musik adalah alasan tepat untuk menjawabnya, pada hari kemarin aku bertekad meninggalkan musik untuk sementara. Aneh bin uniknya, entah mengapa aku memilih mendengarkan ayat-ayat Cinta (Al Quran pastinya)untuk mengiringi pengerjaanku malam itu. Keputusan itu tanpa dasar kuat atau mungkin bagiku tidak terlalu kuat, hanya terlintas dalam benakku, "Allah akan meridhoi pengerjaanku malam ini bila aku membuat Allah ridho". Bukan aku mengesampingkan pernyataan otakku sebagai suatu pikiran dangkal, atau mendangkalkan "kerja" Allah atas diriku, maksudku aku hanya ingin mengerjakan tugas dengan lebih cepat dari biasanya, lebih konsisten dalam pengerjaannya, dan lebih menghargai waktu yang ada. Dan aku yakin, Allah akan membuka jalan bagiku.

Aneh bin ajaib, entah aku tersugesti(pikiranku yang sok barat: materialisme),atau memang Allah selalu baik pada aku yang kerap berselingkuh pada selain-Nya, malam itu tidak seperti biasanya, aku terjaga bugar! Alunan ayat Cinta membuat otakku rileks. Terjaga, seakan mengunci rasa kantukku sebatas badan. Otakku juga mau kuajak kompromi. Fokus pada masalah yang ada, sembari tanganku taak berhenti mengetik. Sumpah, aku belum pernah mengerjakan tugas dengan ritme seenjoy ini.Maaf, aku tidak tahu surat apa saja yang kudengarkan, yang jelas, suasana pikiran dan hati totally change!

Dengan waktu empat jam, aku mampu memyelesaikan tugas, dari 14 lembar menjadi 34 lembar!! Dan itu aku kerjakan hanya dalam waktu empat jam saja. Empat jam dalam mencurahkan kesoktahuanku tentang Manajemen Strategik-tugasku kali ini. Copy Paste mah mudah, tapi aku tidak melakukannya kali ini!Puassss banget!

Subhanallah!
Ternyata Allah tidak akan pernah meninggalkaan umatnya-sebejat apapun dia-apabila sang umat mau mendekat pada-Nya. Karena pada dasarnya kita memiliki sifat Ilahiah, yang dengan dermawannya Allah berikan. Hanya jiwa kita yang rapuh terombang-ambing pada bentuk penyimpangan terhadap keridhoan Allah.

Ah, itu pendapatku. Sensasi orang berbeda-beda terhadap suatu stimulus. Aku nggak dakwah lho. Aku cuma mengatakan yang aku rasakan. Dan itu sangat dalam. Terlalu dalam untuk dimengerti oleh orang yang tidak percaya atau menyekutukan Nya secara terang-terangan.

Selasa, 25 Maret 2008

Citraan Saya Lho !!!!!





"Foto ini mungkin bisa menggenapi dan mengamini rasa kesoktahuan anda terhadap cara berpikir saya, gejala psikologis dalam diri saya,dan bagaimana saya SEHARUSNYA. Biarkan anda lepas terbahak karena puas melihat sosok saya yang sesuai dengan penggambaran konsep anda tentang saya(saya tidak mengatakan seluruh pemahaman anda sepenuhnya salah),Silakan berkomentar, menasehati saya(saya yakin seharusnya nasehat itu TIDAK memaksakan kehendak, apalagi berusaha menghakimi secara tegas SALAH-BENAR, BAIK-BURUK, RUPAWAN-BURUK RUPA).Anggaplah anda benar memposisikan saya dalam hierarkis manusia dalam hubungannya dengan anda. Anggaplah anda cukup cerdas untuk mantap menganalisis saya, bahkan memformulasikan solusi untuk saya. Tertawalah, semoga citra ini menjadi pupuk artifisial yang menyuburkan prasangka anda tentang saya SEBENARNYA, sebaliknya suatu saat saya akan tertawa melihat anda yang makin yakin tentang konsep diri saya, Terimakasih "

nb: Foto ini tidak ditujukan bagi anda yang mau bergaul dengan saya sebagai suatu kebutuhan batin, yang mau menempatkan saya sebagai manusia-layaknya anda sendiri, yang tidak memainkan otaknya demi sebuah kesimpulan penuh praduga terhadap diri saya. Namum bagaimanapun, bentuk komentar anda sanga tsaya hargai.

Suzzannaku Sayang 1


Banyak teman yang heran, mengapa Agip yang terkesan serius sampai tega menempatkan Suzzanna Si Ratu Horror masuk jajaran idolanya.Huh, menempatkan sosok unik itu bukan tanpa alasan.Aktris watak(kalau boleh aku menyebutnya demikian)yang bernama asli Susanna Martha Frederika van Ooscth ini tidak hanya dikenal sebagai kampiun pelakon tokoh absurd dari alam lain, tetapi juga sebagai bom seks perfilman nasional era 70an. Sori, detilnya film apa saja mohon cari sendiri ya...hehehe

Awal aku mampu menggunakan pikiranku menanggapi akting Suzzanna, Aku menangkap bahwa secara gestur,ia terkesan dingin, tatapan kosong,ucapan yang nampaknya persis skrip skenario, polos, seperti aktris yang baru belajar akting.Itu saat awal, dimana film Suzzanna yang menjadi santapanku masih 'pemula', semisal Ratu Pantai Selatan, Ampun deh...ia seperti menjadi manekin cantik misterius yang didandani sedemikian rupa, dengan porsi dialog dan eksplorasi akting yang minim. Tetapi setelah film-film nya mulai merajai blocking acara siang satsiun televisi swasta tanah air, baru ketahuan deh, gimana usaha bintang ini mewujudkan nuansa mistis dengan sensualitas dan keencerannya menyesuaikan diri dengan karakter.

Coba perhatikan aktingnya dalam film Sundel Bolong. Akting dinginnya bukan karena kebegoannya berlakon. Sebaliknya, tokoh Sundel Bolong terkesan lebih hidup(ada kata lain yang lebih tepat?)dengan kepelitannya berkata-kata, berakting secara gerak. Kesan keminiman yang menancap di bagian otak logisku mendadak disadarkan perasaanku, "Gip, justru itulah akting yang berhasil!"

Bandingkan pula ketika ia memainkan peran dalam Siluman Buaya Putih. Ia dibebani porsi bertutur lebih banyak. Luar biasa! Keren, akting "serba mendadak berubah, dingin, antiklimaks" mendadak berganti menjadi akting yang lebih membumi(walau Suzzanna berperan sebagai makhluk gaib juga) Nyi Blorong berbeda dengan bangsa lelembut lain. Secara fisik, ia adalah seorang putri Ratu Kidul yang cantik, namun berambut ular. Yah, masih lumayan manusiawi dibandingkan dengan Sundel Bolong, Kartika,dan Kuntilanak. Atau, bandingkan dengan Suzzanna sebagai seorang ibu sempurna dalam Malam Satu Suro. Dapet banget. Apalagi kalau pikiran kita belum teracuni oleh bayangan Suzzanna sebagai sosok hantu. Kontrasnya lagi, simak kebinalan Suzzanna sebagai pelacur, Tukang Jamu genit, Gadis pemalu penuh rasa ingin tahu termasuk soal seks, Delilah yang setia. Sungguh beruntung mereka yang pernah menonton film panas Suzzanna. Walau untuk hal-hal yang vulgar diperankan pemain pengganti, kecerdasan akting Suzzanna dapat aku rasakan melalui kata-katanya yang sangat khas mendekat sosio-kultural tokoh (ingat, ini bukan hanya sepicik masalah logat), bahasa tubuh yang menunjukkan penyatuan diri Suzzanna dengan sang peran, semua tampil manis diramu dengan modal anugerah yang Suzzanna dapat: Tubuh bahenol. padat, berisi, putih mulus, agak kebule-bulean.

Parahnya, kegilaanku pada Suzzanna makin miring sejak aku tahu bahwa kebiasaan hidup eyang ini yang unik, aneh bagi sebagian orang. Kebanyakan memang terkesan horror. Ambil contoh, menyantap bunga Melati agar awet muda(coba deh lihat wajah mulus kencangnya, karena bunga Melati?), Menyiapkan peti mati dan liang lahat, dan aksesoris kematian baginya jauh hari(untuk liang lahat biasa, tapi aksesori kematian? Sebegitu siapkah ia menghadapinya?,Meditasi dan Yoga(Biasa sih),Berdandan a la ratu tanah Jawa (semua pasti sudah tahu)

Hal paling ajaib yang aku tahu dari dirinya adalah kembali menstruasinya Suzzanna di usia kepala 6nya. Apa-apaan coba??

Tidak aku pungkiri, kegemaranku pada hal-hal unik menjadi jadi, Terutama setelah aku hijrah dari kampung menuju Surakarta yang arus informasi dan konfigurasi informasinya melimpah.

Bukan cuma Suzzanna, melainkan juga musik, pakaian, kebiasaan, dan tentu cara bertindak. Memang itu yang selama ini membuka jarak antara aku dan tradisi manusia pada generalnya. Selama aku menikmatinya, mengapa tidak? Itulah egoku. Apa kabar keinginan 'bermasyarakat'?? Aku tidak mau menjawabnya sekarang, sebab aku sedang bertindak dengan asa yang membara.Domplengan asa ini makin menyulitkanku masuk ranah itu, namun sekaligus ia menjadi candu yang akut kunikmati bersama perasaan bersalah dan kebencian pada diriku sendiri. Sangat terlalu nikmat untuk aku redam, ah, aku belum bisa menarik suatu solusi. Solusi yang nggak sekadar muncul dari kesoktahuan, kemunafikan, pemaafan diri, atau area kritis otak yang belum terbukti, Namun banyak solusi yang benar-benar solutif. Sambil jalan lah. Aku juga bertindak kok. Semoga ku dapatkan. Salah satu titik terangnya, ya yang aku tulis di blog ini beberapa wakyu silam.

Suzzanna, tokoh idola yang terkuak dari pikiran yang senantiasa mencari kepuasan.

Jumat, 21 Maret 2008

Rinai Hujan Kesabaran

Huh, menyebalkan. Sebenarnya bukan teks ini yang hendak aku tulis. Karakter text posting blog di hp bapakku cuma 450! Maka, aku berusaha memepatkannya:

Sekarang aku berada di perhelatan nikah saudara. Selepas sholat Jumat, aku dan bapak langsung menuju tempat acara. Jarak memang lumayan jauh.

Hujan menyambut kami menjelang sampai. Betapa kuyupnya kami, disambut tuan rumah dan tetamu yang rapi jali.
Oh, kami pun menata hati dan pakaian.

Kamis, 20 Maret 2008

Sedikit Kata

Maaf bila tidak tersedia kekumalan hari ini,

Maaf bila aku tak menampilkan sosok aku yang mudah kalian jauhi

Maaf bila saat ini aku malas menjadi Mr.Dilligent

Maaf kalau aku memaksa kalian memposisikan ulang aku dalam pikiran kalian

Maaf kalau kalian kelak tak bisa menyembunyikan image di hadapanku

Maaf jika ke-eneg-an kalian padaku tidak berlanjut

Yang pasti, kalian tidak akan menolak kan, bila aku menjadi diriku yang lebih ramah pada alam kontemporer?

Tenang, aku takkan memperkosa isi jiwa kalian.

Yang aku inginkan hanya sedikit pengakuan akan keberadaanku.

Merehatkan sejenak egoisme diri.

Cuma itu saja kok, tidak lebih.

Walau dalam istirahatnya, egoku terus berontak

Ah, aku belum bisa membendung egoku sendiri.

Sabar, wahai kawan. Aku sendiri tidak nyaman dengan diriku sendiri.

Diriku yang selalu merentang jarak dengan kalian, oh dunia.

Ku harap, langkahku takkan memperbudak isi kepalaku.

Semoga takkan pernah!
TAK AKAN PERNAH!

Di WC Ini

Di balik segala ekses yang diakibatkan penciptaan, difusi, dan pemakaian teknologi yang makin mutakhir makin menempatkan manusia layaknya hewan di kebun binatang-menyediakan segala kenyamanan dan kebutuhan si empunya kandang-, teknologi tetap dapat dikatakan berhasil memanusiakan manusia sebagai makhluk yang fleksibel, mampu mensetting kondisi sesuai derajat kebutuhan dan kepentingan, dan memuaskan keegoan demi kesenangan diri. Aku merasakan manfaat itu sekarang. Dengan modal hp boleh pinjam adik, bertempat di WC rumah paling nyaman, aku mengetik draft untuk blog ini, yang sedang kalian baca. Biaya pun jauh lebih murah. Aplikasi Opera Mini download-an gratis adikku tadi malam, berhasil membuka laman ini(yang apabila diset tanpa tampilan gambar hanya mengunduh 21kb saja. Biaya? Mau dibuka dan dipanjer seharian pun tetap Rp.200,00.
Oh, teknologi telah memanjakanku! Buang hajat pun terasa berkesan. Sambil duduk, otak tetap jalan. Download macam-macam aplikasi, laman web, ngisi milis, tukar pendapat dengan orang Malaysia yang bila beralasan kurang konket, dan membaca bualan Pinoy-orang Filipina-tentang negaranya yang diaku memproduksi manusia paling jelita sejagad raya, penyanyinya-menurutku bersuara bagus, tetapi karakter vokal tipis, mirip-mirip, analogiku seperti penyanyi India yang melantunkan lagu memakai suara hidung, sulit dibedakan-yang
diaku sebagai penyanyi terbaik di dunia.

Hahaha, dari WC nyaman ini aku mendapatkan semua, Sayang konten gambar sengaja tak ditampilkan, tapi okelah, visualisasi kadang membuat aku melupakan logika. Mengirit daya otakku. Melemahkan daya menulisku. Lain kata, aku memusatkan otakku untuk memahami lewat membaca. Satu kemampuan manusia yang aku gunakan menjelang ujian thok.
Ah, aku lalai! Tujuan aku kemari sudah paripurna. Saatnya keluar dengan raut gembira!

YuuuHuuu...!
Aku dapat lagu baru!

Rabu, 19 Maret 2008

Awal Tekabulnya Doaku? Amin!

Dua hari yang lalu, aku mendapatkan sensasi luar biasa! Beginikah rasanya dibutuhkan orang? Dianggap bagian dari komunitas mereka? Hari itu untuk pertama kalinya aku tidak makan hati!
Aku merasa nyaman untuk membuka sisi lainku, menjadi Agip yang tidak terduga banyak orang. Menjadi aku yang ceria,gila,menggelinjang,tanpa batas,tanpa ada yang membatasi. Seolah aku menjadi sosok baru dihadapan mereka, dan mereka tak sungkan lagi mendekatiku...Luar biasa hebat respon jiwa ini..

Sebenarnya dua hari yang lalu berjalan seperti biasa, tiada gejolak spesial. Namun ritme dinamis yang ada sangat berbeda bagiku. Tak akan kuceritakan detail. Bercerita detail hanya akan meredam reaksi kimia bahagia di otak, dan aku masih ingin berlama-lama menyelam di kebahagiaan ini!

Lantas, konkretnya apa, gip? Oke-oke, kubagi kebahagiaan ini!

Dunia sedang bermurah hati! Agip yang aneh dan jelek, mendadak menjadi 'teman hangat' suatu komunitas. Agip yang sejak dahulu berusaha agar diterima,(sepertinya-semoga-AMIN)telah menemukan jurus jitu mendapat kawan! Caranya? Menampilkan sisi Agip yang slapstick, riang, hiperbol, paradoks! Aku seperti mengembara ke planet yang asing dalam semesta otakku. Meraba diri sendiri, dan aku menemukan banyak harta di planet itu! Hahaha! Kekayaan yang selama ini tidak aku ketahui, apalagi kumengerti. Harta inilah yang ternyata-minimal hari itu-membuat orang lain tangkas mendekat padaku. Mulai terbuka padaku, mencandaiku, lebih liar padaku. Dan jelas aku suka itu! Aku tidak perlu bersusah payah memaksakan diri menjadi sosok lain, karena sosok lain itu bersemayam dalam diriku. Sosok yang ternyata sisi liar-nakalku.

Terimakasih pada Tuhanku, semenjak aku berani menulis, termasuk di blog ini, tentang aku, segala ketidaknyamananku, aku lebih bisa memetakan diri. Menulis ternyata mengkonkretkan aku. 'Memvisualkan' aku dalam pandanganku!

Hingga dua hari ini, Alhamdulillah Ya Gusti, dua orang yang tak pernah mempedulikan keberadaanku, tanpa dinyana menyapa dan bertanya tentangku kepadaku!!!
Semoga ini awal yang membangunkanku ke pagi indah, dimana ada teman-teman yang sudah menungguku untuk berlari
menyambut surya harapan! Amin, ya Gusti, Amin!

Minggu, 16 Maret 2008

Retell Pendekku tentang Malena



Minggu sore ini ternyata tidak sejenuh yang aku sangka. Tidak salah aku beralih tujuan, sehabis mengisi perutku yang sejak malam kemarin kosong- pulang ke kamar kosku yang busuk namun cukup nyaman untuk merenda mimpi atau ke sekre tercinta, rumah ketigaku: LPM Kentingan. Bukan pilihan yang sulit untuk beralih arah, karena aku tidak akan pernah bisa membidik keputusan yang terbaik. Keputusan yang terbaik menurutku adalah keputusan tanpa prejudis. Mengalir, namun berhaluan. Pertimbangan menyela sejauh kemungkinan bermanfaat yang kelak aku raih. Yap, aku melangkah ke markas hura-hura tanpa sok berspekulasi.
***
Malam kemarin, teman-teman sekreku(teman dalam definisi Indonesia, namun aku sangat nyaman!) mengajakku untuk menonton film bersama. Bukan film bokep yang menyegarkan berahi namun menumpulkan iman, Namun film-film peraih Oscar. Pikirku kenapa harus malam ini? Aku yang egois lebih memilih main posting di blog ini. Kembali ke keputusan tanpa prejudis, aku meninggalkan mereka yang sumringah setelah mendapatkan film-film yang dicari. Aku tidak peduli. Say bye, lalu sendiri menembus malam minggu yang membosankan.
***
Jam 2 hingga jam 8 di sekre tak perlu kuceritakan di blog ini. Biar buku curhat sekre yang kumandati untuk tahu. Aku berpikir untuk menonton film yang kemarin dipinjam. Turtles Can Fly, Ghost, dan Malena. Pilihan begitu mudahnya berpihak pada Malena. Seperti biasa, tampilan luar selalu menggiurkan bagiku untuk dipilih-terbukti aku manusia biasa yang juga dimandori oleh selera- Paras ayu, yang ternyata Monica Bellucci, menggodaku untuk segera memutar piringan VCD.

Film semi natural yang bersetting di Sisilia, Italia; Seorang anak menjelang baliq bernama Renato, terjebak dalam rasa suka pada seorang wanita bernama Magdalena-selanjutnya dikenal dengan Malena- yang ditinggal suaminya (Neno), berperang di Afrika Utara. Kecantikan wanita ini menjadikan setiap pria baik remaja, dewasa, ataupun yang sudah beristri menginginkannya. Berkebalikan dengan para prianya, kaum wanita Castelcuto cemburu, iri, dan berprasangka bahwa Malena Scordia yang cantik tidak setia semenjak kepergian suaminya. Prasangka yang berlebih awalnya hanya dijalani Malena dengan kecuekan. Setiap hari, dalam perjalananya menuju rumah sang ayah, ia selalu menjadi pusat perhatian dan diperbincangkan. Dan ia terus melenggang dengan tatapan lurus. Rasa suka Renato yang menjadi-jadi. Hali itu dibuktikannya dengan jalan menguntit setiap perbuatan Malena. Hingga tiba suatu saat, dikabarkan bahwa suami Malena tewas di medan perang. Semenjak itun pula prasangka dan pelecehan "sopan" membesar. Dan Malena tetap pada ketidak peduliannya. Malena kesepian. Suatu malam, rumahnya dikunjungi seorang pria-aku lupa siapa-dan Malena memuaskan hasrat terpendamnya. Saat keluar rumah, Seorang pria lagi datang dan memberi pukulan. Mereka dalam gelora nafsu pada Malena. Untuk membersihkan namanya (ternyata ia masih memegang imej), Malena menyeret kejadian ini ke pengadilan. Ia yang miskin menyewa pengacara ternama bernama Centrobi. Tentu Centrobi memenangkannya: Malena tetaplah wanita terhormat dalam masa berkabung yang dijadikan rebutan dua orang pria. Malangnya, Centrobi juga mengincar kemolekan tubuh Malena yang nyaris bagai dewi. Malena harus memuaskan nafsu liar sang pengacara tua. Hingga, mereka digosipkan akan menikah. Malena rela tak rela ikut skenario Centrobi. Sayang ibu Centrobi tidak menyetujui. Bahkan seorang wanita tua renta tahu akan gosip kebinalan Malena. Malena kembali sendiri.

Malena yang makin miskin akhirnya memutuskan untuk menjual daya tarik seksnya. Diawali dengan memotong cepak rambut panjang legamnya dan mencat kemerahan, Malena membuat gempar penduduk kota. Celotehan merendahkan makin menjadi-jadi. Hari berikutnya Malena bahkan mengecat rambutnya kembali dengan warna pirang, lalu menjadi pelacur para panglima tinggi Jerman yang saat itu berraja di Sisilia. Hingga saat perang usai, dan tentara Jerman kalah. Satu amarah terpendam yang belum terlampiaskan oleh penduduk (wanita) Castelcuto: Menghakimi Malena. Ia diseret tanpa ampun di plaza kota, ditendang, dijambak, ditampar, dipukul, digunduli. Malena kala itu ibarat anjing buduk. Dalam keadaan terluka parah diusir dari kota. Malena lalu memutuskan berpindah ke Messina.

Aneh bin Ajaib, suami Malena masih hidup! Dengan tangan buntungnya, ia terseok pulang, mencari istrinya yang tersayang. Renato yang menjadi penghubung kisah Malena ini, memberi tahu yang sebenarnya. Setahun berselang, Dan hal tak terduga terjadi. Pasangan Scordia itu pulang! Malena, yang masih tetap cantik dengan semburat keriput, menggandeng sang suami: mantap membelah keramaian kota. Tanpa diduga. Penduduk bersimpati padanya. Malena memang tidak menunjukkan kesetiaanya saat sang suami "gugur", namun bagaimanapun ia adalah seorang wanita yang hanya mencintai satu pria, suaminya. Semua penyerongan yang ia lakukan hanyalah untuk menyambung hidup. Ingat, Malena hanyalah wanita biasa yang butuh kehangatan lelaki, sementara ribuan pria di luar rumahnya rela bertaruh apapun demi mendapatkannya. Malena menjalani hidup barunya sebagai Nyonya Scordia.

Sedikit yang aku tambahkan (waktu sudah menunjukkan pukul 23.01, aku harus pulang, atau pak kos akan menyindirku lagi) cerita ini begitu menarik karena sudut pandang yang digunakan dari mata seorang anak 12 tahun yang tergila-gila pada Malena. Ia ingin melindungi Malena, Menepis segala fitnah yang penduduk kota buat, namun juga terluka saat Malena bercumbu dengan pria-pria yang mengejarnya. Sensasi berbeda aku dapatkan, anak polos yang otaknya dipenuhi fantasi cerita seumurannya, dihiasi oleh lamunan pada Malena yang menggairahkan. Renato menjadi mayoritas pengatur berjalannya alur film ini. Aneh memang, intipan yang selalu menjadi benang merah karakter dan kehidupan suram Malena. Semuanya terajut apik dalam pengisahan Renato saat dewasa.

Maaf postingku hancur. Taraf belajar memang fluktuatif dalam berkarya.
Hoooaaaahhhh..Malam yang MENYENANGKAN!

Sabtu, 15 Maret 2008

Aku dalam Kesendirian


Aku selalu sendiri. Sendiri di dalam sepi, Sendiri di keramaian. Sendiri tak berbatas

Ketika banyak orang mengidamkan sepatu bolanya, pemutih kulit cara terbaru, aku merindukan kehadiran teman

Aku tak pernah merasakan menjadi bagian dari orang lain, yang menjadikan bahagia bagi orang lain, yang dijadikan tempat sampah kesedihan seorang teman

Aku bahagia seandainya ada yang menghajar pinggangku, menghajar karena aku sudah dianggap bagian dari tubuhnya

Aku bahagia seandainya ada yang minta makan siangku, karena makananku dianggap sebagai makan siangnya juga.

Terlalu banyak kisahku yang ingin kubagi

Terlalu sering aku menangis dalam sendiri

Terlalu pahit untuk menjadi aku tanpa seseorangpun

Aku memang menuntut lebih

Menuntut dari apa yang seharusnya manusia seperti aku dapatkan

Teman bukanlah seorang kenalan yang hanya disatukan saat ada motif

Teman bukanlah tempat pelarian

Teman bukanlah ladang yang bisa kau tanami dan kau petik hasilnya

Karena teman adalah ketersalingan


Aku Dalam Underestimate


"Seandainya saya seorang kulit putih,
pasti polisi distrik itu tidak akan menangkap saya"

(Curahan hati seorang pengemudi Yellow Taxi-New York dalam salah satu episode Oprah Winfrey Show)


Akar rasisme masih mengakar pada otak modern makhluk bumi. Termasuk dalam sebuah negara pengusung demokrasi dan HAM nomor wahid. Kekonyolan yang tidak berdasar dalam memperlakukan orang: Prasangka. Tampilan diri adalah citraan yang paling pertama ditangkap indera manusia. Sayangnya, justru yang paling awal pula yang berhasil direspon oleh otak. Tak bisa disangkal, selera menentukan pilihan. Fungsi otak untuk mengambil keputusan menjadi budak nyonya selera. Identikkah dengan lelaki yang selalu menjadi budak wanita? Hmm..tidak percaya? Mengambil contoh istri yang termajinalkan dalam dunia lelaki? Bahkan seorang suami brandal pun-secara visual maupun alam bawah sadar diperbudak oleh wanita. Ambil contoh, si wanita penghibur Matahari. Seorang wanita penghibur peluluh hati pria yang karena kemolekan raganya, secara tidak langsung menjadi mata-mata perang. Ok. Manusia tidak dapat dikatakan manusia yang sepenuhnya cerdas. Manusia yang mengakalkan segala sesuatu dengan murni. Manusia yang selalu mencarim pembenaran atas apa yang telah diludahkan walaupun dirinya tahu pasca bertindak, dirinya salah! Semua karena ego, emosi keakuan.

Tak terkecuali bagi aku-si anak yang membuat orang berpicing. Merasa dipojokkan lewat sudut mata? Atau disepelekan lewat siasat yang cerdik? Aku pernah mengalami itu semua. Saat paradigma manusia terjebak dalam tampilan fisik, sang objek hanya dapat menerimanya dengan pasrah. Mengapa? Prasangka adalah aliran bawah tanah, sebuah arus kuat yang tidak tampak-bukan hal yang bersifat fisik. Sedangkan sebuah perlawanan harus diwujudkan lewat tindakan fisik. Aksi-reaksi harus merupakan besaran yang sejenis. Maka mustahil bagi objek untuk melawan. Sesuai katanya pun objek hanya merupakan hal 'hal yang di...'. Aku hanya bisa berpikir, menganalisis kecil tentang hal yang 'mereka' perbuat padaku.

Hal pertama yang muncul di kepalaku adalah pertanyaan "Mengapa mereka memposisikan aku di tempat yang tidak terjamah keakraban?"Aku hanya berusaha menjadi diriku. Sebagaimana mereka yang berdiri pada jatidiri mereka sendiri. Mereka yang hobi dugem. Mereka yang tidak lepas dari air wudu, mereka yang selalu tersenyum ketika ada komik baru. Dunia berputar cepat. Aku sadar, selera dunia juga terus berubah. Ketika manusia seumurku disuguhi hal-hal baru yang sesuai jiwa muda, terbentuk suatu selera mayoritas yang mereka anggap "keren". Kebalikannya mulai ditinggalkan bahkan dianggap "nggak(banget)". Dan hal dini termudah untuk menginternalisasikan "keren" tersebut adalah dengan imitasi. Aku jelas tidak termasuk golongan "keren". Golongan ini merebut hati manusia kontemporer. Termasuk dalam hal pertemanan. Keakraban sangat mudah diraih. Bahkan sejak pertama bertemu. Ya, tentu kembali lagi selera yang telah termayoritaskan paradigma.

Memang benar aku nggak banget! Dan malangnya aku harus hidup pada golongan yang paradigmanya telah termayoritaskan. Selera yang tergeneralkan. Manusia adalah makhluk sosial. Kata guru SDku terbukti benar. Aku juga butuh teman. Teman yang akrab. Sayangnya, sedikit makhluk ideal itu. Makhluk yang mampu meredam selera, berteman berdasarkan kebutuhan rasa, bukan materi. Teman yang tidak melulu mencari persamaan dirinya denganku, laiknya anak kecil yang mencoba memasang puzzle ke letak yang benar. Aku tertarik saat seorang teman (segelintir) membicarakan tentang arti teman menurut manusia Indonesia dan manusia Srilangka. Indonesia membagi friend menjadi teman dan sahabat. Sedangkan Srilangka mendefinisikan satu teman yaitu mereka yang saling bergantung, saling berbagi, saling memahami, menutupi kekurangan masing-masing, dan intens. Bagi kita, manusia yang disatukan oleh satu forum-kelas mungkin- sudah bisa dianggap sebagai teman. Tidak peduli apakah satu sama lain berinteraksi setiap hari atau hanya berinteraksi saat minta maaf ketiak tersenggol saja.

Aku ingat saat seorang temanku (pengertian Indonesia) berkata padaku pada sebuah kesempatan: "Kalau IP bagus bisa juga bikin karya begini ga?" sambil matanya melirik kepadaku di sela tugasnya membuat rancangan layout mading fotografi. Mereka telah jauh memposisikan aku dengan segala tampilan fisik dan atributku. Mereka menganggap anak gagap nan buruk rupa sepertiku tidak layak mendapat anugerah berupa IP yang-alhamdu lillah-memuaskan. Mereka selalu mencari alasan yang tepat dalam memojokkanku. Bagaimana sebuah IP bagus diraih seorang mahasiswa bergestur idiot. "Ih Agip pasti setiap hari baca buku ya? Belajar terus ya? Apa ga tidur semaleman?Pasti belajar ya? Ih, pasti kamu tahu karena beli koran terus kan? Kamu serius bener, makanya jangan belajar terus.. Sepertinya mustahil bagiku dari sudut pandang mereka untuk aku mendapat IP bagus tanpa BELAJAR. Kenyataanya? Aku jago tidur! Tidak pernah buka buku kecuali malam sebelum ujian. Lagipula buat apa aku belajar kalau soal yang keluar berbentuk pengembangan? Samasekali bukan bentuk hafalan? Masuk akal kan?

Mereka sendiri ingin membuktikan "Aku anak hura-hura loh..Anti belajar .Smart..Cantik..Ganteng..Gaul..Ideal...Intelek..Selerapasar...Kosmopolit..Logis...Mandiri...Interpreneur...Kreatif...Aplikatif...Suka praktek, Sori sori aja kalo suruh makan teori..."

Aku memang belum dewasa, seperti juga mereka. Aku butuh "teman", sebagaimana mereka. Ah, sudahlah. Aku sedang belajar hidup. Aku harus banyak menyesuaikan diri dengan mayoritas. Walau ini teramat sering kulakukan. Mau tak mau. Bukan berarti aku kalah dengan diriku sendiri, Bukan aku belajar menjadi orang lain, aku hanya ingin menjadi bagian dari lingkungan sosialku. Bagaimana aku dapat diterima, menjadi kawan seseorang dari kaum mayoritas, aku masih belum tahu. Yang jelas aku tidak mau memformat ulang otakku! Sekali lagi aku adalah aku!









Kamis, 13 Maret 2008

Bang Bokir dan Imaji Citra


Sejak seminggu lalu kata"bang Bokir" tak lagi asing di telingaku. "Bang Bokir lagi ngapain?" ujar salah seorang temanku, diikuti suara cekikikan panjang. Pikirku, kurang ajar! Mentang-mentang aku lagi horny dengan film Suzzanna. Tetapi mengapa aku diidentikkan dengan sosok tonggos kocak itu ? Atau temenku itu cuma mendasarkan"Mas Agip suka Suzzanna, Tokoh cowok di Film Suzzanna Bokir kecut, kayaknya kocak kalo buat guyonan..." Alasan kedekatan gender dan lucu-lucuan. Perjalanan hidupku mengkonvert aku menjadi sosok yang jauh dari ideal untuk parameter anak muda gaul zaman sekarang. Anak muda yang terjebak pada kenaifan dan idealisme semu-generasi serba ikut-ikutan. Bertingkah dan bergaya laiknya paham akan suatu arus pemikiran, namun kosong dalam makna. Kaya akan simbol, miskin akan arti, Bahkan berani-beraninya mereka memberi pemaknaan sendiri pada suatu simbol. Aku hanya tertawa melihat itu semua. Bukan karena aku iri tidak bisa seperti mereka, tapi aku membayangkan aku ada di posisi mereka. Terperdaya oleh mata, jatuh cinta karena balutan citra, dan meniru. "Ih keren nih gaya". Aku ingat saat sebuah majalah yang mengusung gaya hidup anak muda dengan entengnya memajang etalase wardrobe a la rasta dengan model berkulit mulus, memakai bedak tipis, dan yang bikin aku berkrenyat, harga yang ditawarkan untuk satu potong baju tertulis 'cuma' Rp569.000,00. Wei... bukankah arus pemikiran Rastamania itu pendobrak kemapanan? Anti Kapitalisme dan turunannya?

Temanku yang lain pernah berujar,"Kalo kamu suka, tiru aja, ga peduli kata orang, kamu adalah apa yang kamu pikirkan." Aku adalah aku, pemikiranku adalah hasil olahan otakku dalam merespon yang terserak. Aku bukan orang yang kritis, tetapi aku punya pagar diri yang terbentuk dari prasangkaku pada hal asing. Tidak semudah itu aku memposisikan diri. Apalagi hanya karena imaji kosong. Aku salut pada seorang temanku yang dengan tegas berani konsisten pada pilihan hidupnya. "Aku ga butuh orang lain, aku bisa eksis tanpa apapun kok!".Tentu 'ga butuh' dalam konteks ini adalah cara dia bersikap dan bertindak. And she proves it! Independensinya begitu keliatan saat ada hal yang ga cocok di benaknya, ia berekspesi, mengkritisi, dan bertindak. Nggak asal mengiyakan satir. Diriku? Aku masih mencari di pijakan. Okelah, aku makhluk beragama, Apkah agama berusaha mengkonvertkan segala perbedaan dan keragaman umat Tuhan? Buat apa Tuhan menciptakan kita-manusia-beraneka ragam? Rasul ciptaan-Nya pun punya cara dan tabiat tersendiri dalam mensyiarkan suara Tuhan. Atau lebih baik-kembali lagi-aku adalah aku. Idealismeku adalah Ideologiku.

Aku samasekali tidak keberatan dibilang bang Bokir. Sumpah. Aku malah bisa menggali hal yang bersemayam dalam dirinya, yang sebagian besar orang menganggapnya Nggak banget. Apa yang aneh dengannya? Ia telaten dan total dalam pekerjaannya. Ia menghidupi keluarga dengan caranya. Ia berhasil menggiring khalayak film membeli tiket ke bioskop. Ia rela menanggung malu (ia mengakuinya) menjadi banci dalam film Betty Bencong Menor. Mungkin terlalu banyak makhluk yang memandang Bokir sebagai pelawak kampungan zaman imperium Suzzanna bercokol, tapi tahukah bahwa Bokir bin Dji'un adalah segelintir pelestari intens kesenian topeng Betawi yang hampir punah? Aku sendiri tidak tahu Topeng Betawi seperti apa. Atau zaman sekarang-pasca Bokir wafat-kesenian itu sudah musnah? Sumpah, BOKIR itu KEREN! He worked! He did it!

Aku ingin mengimajikan Bokir sebagai sosok yang keren, aku suka membalikkan persepsi suara mayoritas. Bahwa yang berbeda dengan selera mainstream itu tidak selalu norak!