Kamis, 24 April 2008

Hahahahaha


Aku tak tahu harus memberi judul apa pada postingku kali ini. Walaupun penyakit malasku tetap akut,terbukti dengan belum bersiapnya aku mengerjakan dua tugas mata kuliah untuk besok Senin,aku merasa gembira hari ini! tidur adalah jawaban tetap di akhir ujung kemalasanku.

Adakah hubungan antara sentilan membangun dari seorang teman dengan kegembiraanku hari ini? Menurutku iya!Aku tidak mau bermunafik ria, yang berkoar: "Aku tidak mendramatisasi diri!". Kalo aku memang iya? Jujur aja! Ya dramatisasi yang kadang membumbui tafsirku. Yang namanya bumbu, sedikit, tetapi membawa cita rasa khas bagi masakan. Itulah Agip, masakan yang terbumbui kelebayan.Sedikit, namun sudah mampu mencitrakan diriku dari sudut pandang mereka (banyak yang salah tafsir atau kegeeran mengartikan kata "mereka":padahal maksudku, mereka adalah segolongan orang bertipe sama, jumlahnya banyak, dan kusatukan dengan kata "mereka" karena kesamaan mereka dalam memandangku ), berbeda-beda penyampaian, tetapisatu picingan mata.

Sebaliknya, ketika tingkahku yang dianggap aneh sedangkan bagiku bukan sebuah masalah untuk dipolahkan, aku akan berkoar: "Tolong, bedakan dramatisasi diriku dengan cara aku memandang realitas dan menciptakan suatu realitas!!!!"

Ah apapun lah, kesenanganku hari ini, karena aku mulai berani memulai sebuah pembicaraan, tanpa disangka, respon mereka sangat bagus, maksudnya mereka tidak hanya sekadar sabar mendengarkan omonganku dan berusaha sesegera mungkin berkata "Ndhisik ya, Ji!", tetapi menanggapi dengan enjoy. Enjoy! Yah, hal yang ku cari dalam sebuah pertemanan. Pertemanan yang tidak sekadar kenal. Tapi menganggap berteman denganku adalah sebuah kebutuhan perasaan.

Ah, ternyata teman memang harus saling kritik! Panas memang bagi kupingku yang jarang dikritik secara terbuka.Yang terlalu terbiasa mendengar dari pihak ke tiga. Selebihnya? Sinyalemen yang kuat dari "bahasa" non verbal saja. Sedih, saat orang lain tahu, sedangkan kita tidak tahu. Toh, yang mengakomodasi suatu kritik menjadi sebuah input perubahan kan akau sendiri? Mau dikritik yang tidak masuk akal pun, harus aku hargai, karena aku tidak dapat memaksa orang lain untuk berempati. Berani mengkritik bagiku sekarang adalah wujud penghormatan orang lain kepadaku. Bahwa ada orang yang peduli denganku,Bahwa kepedulian itu sendiri tidak selalu diungkapkan dengan kata manis, layaknya kisah cinta ABG di sinetron. Gombal mukiyo!. Kritikan ampuh temanku yang sedang kkubicarakan ini contohnya, adalah kritikan yang menurutku tidak memahami kebiasaanku. Tapi aku sadar, aku telah tampil "lebay" dan "ngaktor"
(bukan aktor lho!)di hadapan beberapa teman. Walau itu bukan tujuan yang kita kehendaki, tetapi fakta lapangan mengatakan demikian. Sadar, bahwa itu juga yang mempengaruhi orang dalam berprasangka. Aku tak bisa mendiamkannya. Hanya perombakan sedikit keakuanku dan aku mau.

Aku masih butuh banyak belajar
belajar tentang dunia...

Hahahahahahahaha

2 komentar:

ideoblogger mengatakan...

Aku ingin membaca tulisan aji yang lain. ya, tulisan aji yang lain. bukan lagi tulisan tanggapan yang berlabel negatif atas diri aji. Eh, kenapa tulisan ini masuk dalam label "bahagia" padahal kalau aku baca isinya tentang tanggapan tertulis aji terhadap 'komen" negatif temannya...(atau jangan-jangan aji sedang menikmatinya? cuma "jangan-jangan". tidak lebih).

Tulisannya sendiri, menurut aku, kurang menggigit dibandingkan dengan tulisan serupa. mungkin agak sedikit bosan menanggapi hal "itu-itu" aja...Kalee

Tapi satu hal yang selalu mengagetkanku: FOTO-FOTO mencolok yang menghentak MATA. Gludakkk, gambar apalagi ini, batinku.

dan satu lagi yang menarik: judul yang secara leksikal tidak mungkin ditemukan dalam kamus, tapi akan sangat gamblang sekali kalau kita alihkan pada kamus psikologis atau kejiwaan kita. Judul yang kreatif...

Piye, uijannya dan tugas-tugas kuliannya,men?

Gunemane Gemblink mengatakan...

iye bener bro, tulisan aji kenapa selalu berkisar pendeskreditan aji sebagi seorang amnusia. Seharusnya dia juga mengambil sisi positif dan maju dalam tulisannya. Setiap orang memiliki cara tersendiri dalam memaknai hidup ini.

pesen buat Aji yang selalu cerdas dalam menanggapi apapun, kamu jangan mersa perkewuh dalam apapun sebab itu akan menghambat proses belajarmu dalam meraih apa yang kamu inginkan