Selasa, 15 April 2008

Untuk Sahabat

Terimakasih,
telah buatku tertarik dan menyadari bahwa selama ini aku berkubang pada dramatisasi diri, bahwa selama ini mulutku berbusa menyebali orang lain, sedang jambanku sendiri kututup rapat. Namun jangan samakan dramatisasiku dengan responku pada dunia. Isi kepalaku masih sanggup membedakannya, dan kuharap kau juga bisa. Kau akan pahami saat kau berada pada posisi marjinal sepertiku. Jangan standarisasikan pikiran orang dalam melihatku!

5 komentar:

Gunemane Gemblink mengatakan...

terkadang termarjinalkan merupakan hala terindah dalam hidup. Aku pernah mengalami hal tersebut waktu kecil. Aku termarjinalkan oleh kata kaya atau berada, aku pada waktu itu hanya dianggap anak ingusan dari golongan keluarga tiada berada, namun yang terjadi malah itu sebagai pemicu buatku untuk dapat mencari jati diri dan menakklukkan segala macam keanggkuhan dan kesombonagn orang-orang yang merasa berada dalam dunia ini

diyAH mengatakan...

perasaan termarjinalkan sesungguhnya adalah perasaan tidak menyadari akan adanya orang lain disekeliling kita.............
atau mungkin kita yang terlalu angkuh untuk mengakui adanya orang lain disekililing kita....
maaf bang bok,,,,
bukan menjudgeamu sebagai orang yang gak respect....
tapi perasaan seperti itu sesungguhnya,,,hanya perasaan yang kita buat sendiri.
tapi setiap orang pasti mengalaminya.
gw juga.
feel alone and nothing.

agipwereasahmura mengatakan...

Menurutku respon yang paling jujur tumbuh dari kepekaan akan lingkungan. Respon hanyalah tingkah alamiah sebagai hasil pemindaian kita pada segala suguhan alam. Termarjinalkan tidak sepicik itu. Butuh bukti ketermarjinalan kita,tak cukup hanya bermodal perasaan. Aku berani berkata begitu BUKAN karena aku mengasihani diri melebihkan ataupun tak respek orang lain, tapi atas dasar pembuktianku lewat tindakanku. Kalian sahabatku,bukan MEREKA, beda!

Unknown mengatakan...

wah bingung mau comentar apa?
karena banyak bahasa yang belum aku mengerti...
hanya tahu yang akhir-akhir
"Jangan standarisasikan pikiran orang dalam melihatku!"
jikalau patokanya adalah standar, standar yang bagaimana? kebanyakan pemikiran orang mendiskripsikan orang lain sangat bermacam2, atau bisa disebut relatif. dan standarku dengan orang lain, atau lebih khususnya kamu pun berbeda. kalau aku za.. sialahkan atau aku bebaskan orang lain melihatku baik pikiran atau yang lainya, toh tu cuma pendapat, pemikiran, dan belum tentu benar, ya jika baik aku pakai dan jika jelek.... terserah mereka, karena akupun tidak suka yang berbelit-belit dan berfikir panjang.. mungkin ini adalah tipe ku, bukan pemikir berat, luwes aja, dan bukanya aku angkuh dan sebagainya. aku hanya ingion mempunyai banyak teman baik. dan kadang aku berlebihan berkorban demi teman, tu bukan maksutku ada maksut tersembunyi, melainkan aku suka saja, suka hubungan persahabatan yang harmonis, dan itupun aku akan berkorban untuk semua sahabatku semampu yang aku mampu,,,,,,,,, terimakasih

Gunemane Gemblink mengatakan...

kualitas marjinal memang sush untuk dodeskripsikan, namun kita dapat menarik garis tangah ketika kita sednga mengalami masa seperti itu. Hidup akan selalu berkualitas jiak proporsi narjinal dan normal berjalan seimbang.

mari buat hidup ini penuh dengan kemarjianalan dan penuh kenormalan, bagaimana caranya. Sesuaikan dengan kadar otak dunk