Jumat, 09 Januari 2009

Saat Aku Makin Berumur dan Mereka Makin Tua

Hari ini spesial buatku. Untuk kali pertama sejak hampir dua setengah tahun aku bermukim di kota Solo, teman-teman kuliahku memngetahui hari ulangtahunku. Beberapa ucapan selamat bernada sumringah terlontar dari mereka. Sebenarnya, hari jadiku tidak pernah kuanggap spesial, atau dengan kata lain hari jadi hanya sekadar aku ingat karena pasti Ayah, Ibu dan adikku mengucapkan selamat padaku. Walau seringnya, terutama ayah dan ibu, lupa sudah berapa tahun usiaku.

"Selamat Ulang tahun yo le, muga-muga kedadean apa sing dadi penggayuhe, lan saya sregep sholate, mmmmuuuuuahhhh" aku ingat betul ucapan selamat dua tahun lalu dari ibuku, dituntaskan dengan ciuman khas "mempem" di kedua pipiku. Tiap tahun selalu berbeda ucapan dibelakang kalimat "selamat ulang tahun"

Dari ucapannya aku dapat menangkap setidaknya ibu ingin aku menjadi apa yang diharapkannya yang dilihat dari "kekuranganku" yang justru diucapkan dibelakang kata-kata selamat itu. Aku rasakan benar, aku lihat benar, tiap tahun kedua orang tuaku yang makin menua. Ayah yang sering membanggakan gigi gingsulnya, tahun lalu harus kehilanganm dua gigi serinya. Ompong tentu, Ia tapak kecewa, sering bercermin, hingga mbahku menegurnya,"wis Tut, disyukuri, Gusti Allah wis njilehi untumu sing tugelkuwi 49 taun. Nek wis wancine tugel, yo ikhlaske wae, Kurang apikan apa Gusti Allah ". Kulihat ayahku tersenyum dan hingga kini, beliau tidak lagi setia pada kaca rias ibuku lagi. Lain dengan Ibuku. Rematiknya mulai sering kambuh. Seminggu yang lalu, kadar triglesida naik. Kejadian yang pertama dalam hidupnya.

Semuanya telah banyak berubah. Mereka telah menua.Keduanya di tahun ini akan menginjak usia setengah abad. Usia dimana bagi sebagian pasutri sudah menimang cucu dari anaknya yang telah lulus sarjana, mendapat pekerjaan yang menuju mapan, dan sedang dalam proses pembelian rumah untuk keluarga kecil yang baru tercipta.

Aku tersadar, bahwa di sini, dimana aku menjadi saksi atas perubahan kedua orang tuaku, aku masih belum menjadi siapapun. Siapa yang ada, yang dipertanyakan, yang menjadi jawaban karena ia eksis. Aku masih belum menjadi siapa-siapa. Sempena usiaku makin bertambah dan kedewasaan belum aku raih, aku menyaksikan mereka, orang tuaku membisikkan harapan, tanpa berusaha menyematkannya pada pundakku. Aku bisa melihat mereka sangat berharap dari anak tertuanya ini. Walau penuturan mereka serasa pilihan , aku bisa merasakan itu adalah doa. Bukan doa yang dipanjat sebagai puncak keberhasilan mereka sebagai orang tua, Namun menurut hematku adalah doa yang ditujukan murni bagi anaknya.

Ulang tahun kali ini, aku bisa dengar mereka kembali berharap...
dan yang bertambah hanya...umurku

Aku Kembali

Hmmm...
Setelah berbulan-bulan muak dengan segala yang aku alami sekaligus aku tulis di blog ini, aku kembali.
Memang tidak menawarkan hati baru, bentuk baru,sikap baru atau wajah baru selayaknya GatutKaca yang baru direbus di letupan kawah Candradimuka.

Aku kembali,dengan menata ucap, hati, pikir, dan langkahku. Aku, pikiranku masih seperti dulu, keras kepala. Toh tidak masalah sejauh itu kuyakini benar.Tapi tidak kuobral, sok cari perhatian lewat media blog ini. Terlalu dangkal apabila blog pribadi hanya berisi keluh kesah dan pembencian diri.

Sudah-sudah...
Kita mulai lagi. Biarkan aku sendiri yang akan membuktikan, akankah aku konsisten pada keputusanku kali ini.

Selamat menikmati tulisan asal ketik dariku...