Minggu, 16 Maret 2008

Retell Pendekku tentang Malena



Minggu sore ini ternyata tidak sejenuh yang aku sangka. Tidak salah aku beralih tujuan, sehabis mengisi perutku yang sejak malam kemarin kosong- pulang ke kamar kosku yang busuk namun cukup nyaman untuk merenda mimpi atau ke sekre tercinta, rumah ketigaku: LPM Kentingan. Bukan pilihan yang sulit untuk beralih arah, karena aku tidak akan pernah bisa membidik keputusan yang terbaik. Keputusan yang terbaik menurutku adalah keputusan tanpa prejudis. Mengalir, namun berhaluan. Pertimbangan menyela sejauh kemungkinan bermanfaat yang kelak aku raih. Yap, aku melangkah ke markas hura-hura tanpa sok berspekulasi.
***
Malam kemarin, teman-teman sekreku(teman dalam definisi Indonesia, namun aku sangat nyaman!) mengajakku untuk menonton film bersama. Bukan film bokep yang menyegarkan berahi namun menumpulkan iman, Namun film-film peraih Oscar. Pikirku kenapa harus malam ini? Aku yang egois lebih memilih main posting di blog ini. Kembali ke keputusan tanpa prejudis, aku meninggalkan mereka yang sumringah setelah mendapatkan film-film yang dicari. Aku tidak peduli. Say bye, lalu sendiri menembus malam minggu yang membosankan.
***
Jam 2 hingga jam 8 di sekre tak perlu kuceritakan di blog ini. Biar buku curhat sekre yang kumandati untuk tahu. Aku berpikir untuk menonton film yang kemarin dipinjam. Turtles Can Fly, Ghost, dan Malena. Pilihan begitu mudahnya berpihak pada Malena. Seperti biasa, tampilan luar selalu menggiurkan bagiku untuk dipilih-terbukti aku manusia biasa yang juga dimandori oleh selera- Paras ayu, yang ternyata Monica Bellucci, menggodaku untuk segera memutar piringan VCD.

Film semi natural yang bersetting di Sisilia, Italia; Seorang anak menjelang baliq bernama Renato, terjebak dalam rasa suka pada seorang wanita bernama Magdalena-selanjutnya dikenal dengan Malena- yang ditinggal suaminya (Neno), berperang di Afrika Utara. Kecantikan wanita ini menjadikan setiap pria baik remaja, dewasa, ataupun yang sudah beristri menginginkannya. Berkebalikan dengan para prianya, kaum wanita Castelcuto cemburu, iri, dan berprasangka bahwa Malena Scordia yang cantik tidak setia semenjak kepergian suaminya. Prasangka yang berlebih awalnya hanya dijalani Malena dengan kecuekan. Setiap hari, dalam perjalananya menuju rumah sang ayah, ia selalu menjadi pusat perhatian dan diperbincangkan. Dan ia terus melenggang dengan tatapan lurus. Rasa suka Renato yang menjadi-jadi. Hali itu dibuktikannya dengan jalan menguntit setiap perbuatan Malena. Hingga tiba suatu saat, dikabarkan bahwa suami Malena tewas di medan perang. Semenjak itun pula prasangka dan pelecehan "sopan" membesar. Dan Malena tetap pada ketidak peduliannya. Malena kesepian. Suatu malam, rumahnya dikunjungi seorang pria-aku lupa siapa-dan Malena memuaskan hasrat terpendamnya. Saat keluar rumah, Seorang pria lagi datang dan memberi pukulan. Mereka dalam gelora nafsu pada Malena. Untuk membersihkan namanya (ternyata ia masih memegang imej), Malena menyeret kejadian ini ke pengadilan. Ia yang miskin menyewa pengacara ternama bernama Centrobi. Tentu Centrobi memenangkannya: Malena tetaplah wanita terhormat dalam masa berkabung yang dijadikan rebutan dua orang pria. Malangnya, Centrobi juga mengincar kemolekan tubuh Malena yang nyaris bagai dewi. Malena harus memuaskan nafsu liar sang pengacara tua. Hingga, mereka digosipkan akan menikah. Malena rela tak rela ikut skenario Centrobi. Sayang ibu Centrobi tidak menyetujui. Bahkan seorang wanita tua renta tahu akan gosip kebinalan Malena. Malena kembali sendiri.

Malena yang makin miskin akhirnya memutuskan untuk menjual daya tarik seksnya. Diawali dengan memotong cepak rambut panjang legamnya dan mencat kemerahan, Malena membuat gempar penduduk kota. Celotehan merendahkan makin menjadi-jadi. Hari berikutnya Malena bahkan mengecat rambutnya kembali dengan warna pirang, lalu menjadi pelacur para panglima tinggi Jerman yang saat itu berraja di Sisilia. Hingga saat perang usai, dan tentara Jerman kalah. Satu amarah terpendam yang belum terlampiaskan oleh penduduk (wanita) Castelcuto: Menghakimi Malena. Ia diseret tanpa ampun di plaza kota, ditendang, dijambak, ditampar, dipukul, digunduli. Malena kala itu ibarat anjing buduk. Dalam keadaan terluka parah diusir dari kota. Malena lalu memutuskan berpindah ke Messina.

Aneh bin Ajaib, suami Malena masih hidup! Dengan tangan buntungnya, ia terseok pulang, mencari istrinya yang tersayang. Renato yang menjadi penghubung kisah Malena ini, memberi tahu yang sebenarnya. Setahun berselang, Dan hal tak terduga terjadi. Pasangan Scordia itu pulang! Malena, yang masih tetap cantik dengan semburat keriput, menggandeng sang suami: mantap membelah keramaian kota. Tanpa diduga. Penduduk bersimpati padanya. Malena memang tidak menunjukkan kesetiaanya saat sang suami "gugur", namun bagaimanapun ia adalah seorang wanita yang hanya mencintai satu pria, suaminya. Semua penyerongan yang ia lakukan hanyalah untuk menyambung hidup. Ingat, Malena hanyalah wanita biasa yang butuh kehangatan lelaki, sementara ribuan pria di luar rumahnya rela bertaruh apapun demi mendapatkannya. Malena menjalani hidup barunya sebagai Nyonya Scordia.

Sedikit yang aku tambahkan (waktu sudah menunjukkan pukul 23.01, aku harus pulang, atau pak kos akan menyindirku lagi) cerita ini begitu menarik karena sudut pandang yang digunakan dari mata seorang anak 12 tahun yang tergila-gila pada Malena. Ia ingin melindungi Malena, Menepis segala fitnah yang penduduk kota buat, namun juga terluka saat Malena bercumbu dengan pria-pria yang mengejarnya. Sensasi berbeda aku dapatkan, anak polos yang otaknya dipenuhi fantasi cerita seumurannya, dihiasi oleh lamunan pada Malena yang menggairahkan. Renato menjadi mayoritas pengatur berjalannya alur film ini. Aneh memang, intipan yang selalu menjadi benang merah karakter dan kehidupan suram Malena. Semuanya terajut apik dalam pengisahan Renato saat dewasa.

Maaf postingku hancur. Taraf belajar memang fluktuatif dalam berkarya.
Hoooaaaahhhh..Malam yang MENYENANGKAN!

1 komentar:

richiereez mengatakan...

waduh mateng sekali apresiasimu terhadap sebuah film

btw grammy ituh bukannya penghargaan buat musik bukan felm...felm itu kan academy award...

hehe, aku jadi pengen nonton ah. Aku kan pernah jadi anak 12 tahun yang menyukai tante2 penjaga telpon umum